Malam minggu. Haha… aneh, malam yang aneh buatku. Teman-teman sebayaku sejak sore hari sudah rapi nongkrong. Saat sebelum bedug maghrib, mulai tercium wangi Gatsby, berbagai wangi cologne dan body spray. Dan, aku masih belum mandi, berdiam diri sambil nonton televisi. Entahlah, apakah aku ini orang yang senang menyepi atau aku ini orang kesepian.
“Ada acara di Asrama Galuh, pentas Sanggar Simpay”
Dudu memberi tahu bahwa malam minggu ini, di Asrama Galuh, tempat bermukim anak-anak asal Ciamis, ada pentas Sanggar Simpay. Kelompok yang biasa mementaskan warisan seni sunda. Lagu, drama, bobodoran dan seni sunda lainnya.
Aku lucu melihat dandanan Dudu. Potongan rambutnya yang ikal dipaksa gaya harajuku. Kontan saja jadi aneh. Kulitnya menjadi putih sebatas wajah, kontras dengan kulit leher dan lengannya.
“Ah.. gaya Jimy Lin atau Andy Lau masih lebih keren” fikirku. Setelah seluruh badannya dilumuri cologne, Dudu terlihat siap dengan helm SNI-nya.
“Ikut nggak? Hayu atuh barangkali ada yang nyantol”
“Nggak bakal nyesel ngumpul sama mojang sunda mah, panggeulisna sadunia tah!”
Dudu terdengar sedikit memprovokasiku. Terus terang aku sedikit tertarik dengan ajakan Dudu. Apalagi dengar-dengar kalau acara malam ini spesial. Spesial untuk menyambut tamu dari Galuh Taruna. Perkumpulan warga Galuh (Ciamis) yang kuliah di Bandung.
“Gimana, ikut nggak?” Dudu bertanya lagi.
Akhirnya kuputuskan ikut ke Asrama Galuh bersama Dudu. Tanpa cuci muka sedikitpun, kupakai sweter hitam kesayanganku. Haha… sweter kesayangan yang bernasib malang sebenarnya. Sebulan sekali baru dicuci. Padahal setiap malam kupakai untuk tidur juga. Kebayang kan betapa sayangnya aku dengan sweter ini.
Ditengah perjalanan telepon genggamku berbunyi. Nada pesan singkat masuk. Unknowing number.
“Mimi… apa kabar?” DEG. Hanya seseorang yang biasa memanggilku seperti itu.
]©[
Bersambung...
0 komentar:
Posting Komentar